Selasa, 25 Oktober 2011

Anatomi Penyiaran – 24 Oktober 2011


Pada pertemuan kuliah yang ke-tujuh ini Bapak Paulus widiyanto selaku sebagai Ketua Pansus UU Penyiaran akan membahas tentang Anatomi Penyiaran. Matakuliah ini dimulai pak Paulus dengans ebuah pertanyaan-pertanyaan yang membuat kami para mahasiswa-mahasiswi berfikir secara cepat. “ apa yang terlintas dalam benak kalian ketika mendengar kata Penyiaran ? “ dari pertanyaan yang sangat simpel dan sederhana itulah membuat kami para mahasiswa-mahasiswi kesulitan untuk menjawab dengan cepat.  Namun kami mampu menjawab pertanyaan dari beliau, meskipun dengan jawaban yang sangat beragam, ada yang menjawab satelit, media, radio, televisi, khalayak, dan lainnya. 

Tetapi Pak Paulus Widiyanto menjelaskan bahwa ada 10 anatomi dalam penyiaran, diantaranya ; 

  1. Lembaga/Institusi: sebuah media penyiaran pasti dimiliki oleh suatu lembaga/institusi resmi (PT, Yayasan, Group, perusahaan, dan lain-lain).
  2. Kepemilikan: media penyiaran dimiliki oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum yang sah.
  3. Perizinan: dalam melakukan penyiaran harus mendapat izin yang legal secara hukum.
  4. Infrastruktur: untuk mendukung media penyiaran diperlukan pula sarana-sarana seperti antenna, satelit, pemancar, gelombang, dan kabel.
  5. Isi/content: isi yang disiarkan bisa berbeda-beda, mulai dari news, sport, comedy, dan lain-lain, tergantung dari masing-masing media penyiaran.
  6. Audiences: media penyiaran memiliki segmentasi penonton, segmentasi tersebut ditentukan berdasarkan jenis kelamin dan usia.
  7. Organisasi Bisnis/Usaha: media penyiaran bisa memperoleh penghasilan dari iklan, langganan, dan saham.
  8. SDM/Profesi: orang-orang yang bekerja di dalam media penyiaran itu sendiri, seperti redaktur, wartawan, reporter, cameramen, editor, dan lainnya.
  9. Pasar/Market Area: media penyiaran harus menentukan target pasar yang diinginkan, mulai dari lokal, nasional, trans nasional ataupun global. 
  10. Regulator: pengatur penyiaran di Indonesia, misalnya saja KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), pemerintah, dan KPPU (Komisi Pengawasan PErdagangan Usaha). 
 
 

Kamis, 06 Oktober 2011

Media Massa dan Budaya Massa – 03 Oktober 2011


Pada Pertemuan kuliah yang ke-enam ini Ibu Aminah Swarnawati akan membahas tentang Media massa dan Budaya Massa. Dalam mata kuliah ini Beliau menjelaskan bahwa media massa akan mempengaruhi Khalayak melalui pesan yang disiarkan. Adapula media massa yang mempengaruhi khalyak secara jangka waktu yang pendek dan panjang, karena dipengaruhi dengan adanya kekuatan tertentu dalam mempengaruhi khalayak dalam menerima pesan.

Menurut Bennet dan Tumin, KEBUDAYAAN MASSA merupakan “ Seperangkat ide bersama dan pola perilaku yang memintas garis sosio-ekonomi dan pengelompokan sub-kultural dalam suatu masyarakat yang kompleks. ”

Budaya Massa itu sendiri merupakan budaya populer yang dihasilkan industry produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan pada khalayak konsumen. Adapula menurut Aliran Frankfurt, yang menyatakan bahwa budaya populer adalah budaya massa yang dihasilkan industri budaya untuk stabilitas maupun kesinambungan kapitalisme.

 Dilain sisi Fishwick dan Wilson mengakui bahwa BUDAYA POPULER sebenarnya dapat diartikan sebagai “ Bentuk budaya yang dimiliki oleh setiap orang dalam suatu masyarakat tertentu. ”. Budaya tersebut dipengaruhi dalam berbagai rangsangan dari luar (termasuk media massa) yang tidak kita sadari namun membuat kita melakukannya.

Contoh : Produk makanan yogurt, karena banyaknya iklan media massa yang mempromosikan produk tersebut maka konsumen akan mulai tertarik akan produk tersebut dan mulai untuk mengkonsumsinya. Karena budaya massa dapat muncul dalam bentuk mengikuti selera masyarakat pada umumnya.

Budaya massa tidak hanya bersifat material tetapi juga immaterial, seperti cara berpendapat dan berpikir, cara merasakan sesuatu sampai pada tindakan tertentu. Ghanney dan McQuail mengemukakan bahwa peranan media massa berkaitan erat dengan budaya massa yang mengendalikan dan mengarahkan perilaku khalayak konsumen.

Adapula 3 Tahap  Perkembangan Media Massa dalam kaitannya dengan Budaya Massa. Wilson mengutip pendapat Ralp Lowenstein dan John Merril yang mengatakan bahwa ada 3 tahap, yaitu:
1.      Tahap Elit
Berlalunya perkembangan media cetak pada abad 16, maka BUDAYA ELIT yang merupakan budaya yang dimonopoli kaum berpendidikan dan kaum kaya serta para aristokrat perlahan memudar. Budaya elit mulanya mengacu pada suatu budaya masyarakat kelas atas. Pada saat itu pemisahan budaya kelas atas dengan kelas bawah masih sangat terasa. Masyarakat bawah hanya berfungsi sebagai penghibur kaum elit.

2.      Tahap Populer
Perkembangan media massa memungkinkan rakyat biasa menikmati, mengikuti, mempelajari segala sesuatu yang sebelumnya hanya dinikmati oleh kelompok atas. Pada saat bangkitnya masyarakat untuk memiliki segala sesuatu berdasarkan terpaan media itulah timbul BUDAYA MASSA.

3.      Tahap Spesialisasi
AS dipandang dalam sejarah media massa sebagai bangsa yang mempelopori era spesialisasi media. Di AS timbul gerakan yang mengarahkan media kepada khalayak tertentu, baik secara demografis (berdasarkan usia, pekerjaan, jenis kelamin) maupun psikografis (berdasarkan gaya hidup, perilaku, sikap, pandangan). Pada tahap spesialisasi media dikelola secara profesional kemudia diarahkan kepada khalayak yang sudah direncanakan terlebih dahulu.